Link Kedinasan

16 Mei 2017

TUNTUNAN RASULULLAH SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU

TUNTUNAN RASULULLAH SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU

09MAR
Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat tertentu sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau juga seorang pendidik yang selalu mengajar umatnya dengan berbagai macam hal. Dalam mengajar, beliau memiliki sifat mulia sehingga maksud ajarannya dapat tersampaikan dan dapat diamalkan oleh murid-muridnya. Fu’ad Al Shalhub telah menjabarkan beberapa sifat Rasulullah Saw sebagai pengajar dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.
 [1] Ikhlas
Seorang guru harus menanamkan sifat ikhlas kedalam jiwa murid-muridnya. Karena Allah lah semua sumber pengetahuan. Hanya untuk mencari ridha Allah ilmu dipergunakan. Dengan landasan ikhlas pintu makrifat akan terbuka karena Allah lah Tuhan yang Maha Mengetahui. Allah berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah [98]: 5).
Sifat ikhlas juga dianjurkan oleh Rasulullah Saw karena niat yang ikhlas menjadi penentu suatu perbuatan. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hukum perbuatan-perbuatan itu tergantung pada niatnya. Sesunggahnya bagi setiap orang itu adalah apa yang diniatkan. Maka barang siapa (niat) hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya (benar-benar) kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang dia ingin meraihnya, atau untuk wanita yang dia ingin menikahinya, maka (nilai) hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah karenanya.” (Shahih al Bukhari, no. 1 dan Shahih Muslim, no. 1907)
Niat itu terletak dalam hati bukan pada gambaran luar suatu  perbuatan. Inilah yang menjadi esensi suatu perbuatan yang akan dinilai oleh Allah, karena Allah hanya menerima perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh dan rupa kamu, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan (amal-amal kamu).” (Shahih Muslim, no. 2564).
 [2] Jujur
Jujur adalah penyelamat bagi guru didunia dan akhirat. Bohong kepada murid akan menghalangi penerimaan dan menghilangkan kepercayaan. Bohong pengaruhnya sampai kepada masyarakat dan tidak terbatas pada orang yang melakukannya. Allah berfirman: “Ta’at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya), tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad [47]: 21).
Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan pada surga. Dan sesungguhnya seseorang itu berlaku jujur (benar) hingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang shiddiq. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemaksiatan dan kemaksiatan menunjukkan kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu berbuat dusta hingga ditulis disisi Allah sebagai pendusta.” (Shahih al Bukhari, no. 6094 dan Shahih Muslim, no. 2607).
 [3] Walk the Talk
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Al Shaff [61]: 2-3).
Adanya perbedaan ucapan dengan perilaku seorang guru hanya akan membuat seorang murid berada dalam kebingungan. Mereka tidak tahu siapa yang harus dicontoh dan apa arti sebuah keluhuran budi atau kemulyaan akhlak. Disamping itu seorang guru yang tidak mengamalkan apa yang disampaikan kepada muridnya hanya akan merendahkan martabat dirinya dihadapan orang yang seharusnya menghormatinya.
 [6] Adil dan Egaliter
Allah memerintahkan untuk bersikap adil dan mewajibkan hambanya untuk berlaku adil terhadap kerabat dekat ataupun jauh, juga terhadap musuh sekalipun. Mewujudkan sikap adil dan menyamakan hak setiap murid sangat penting karena sikap tersebut akan menebarkan rasa cinta dan kasih sayang diantara mereka. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’ [4]: 135).
Rasulullah Saw bersabda: “Manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, dan manusia yang paling dibenci Allah dan mendapat siksa yang pedih pada hari kiamat adalah pemimpin yang zhalim.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1329)
Sikap adil harus diwujudkan ketika memberikan nilai dan peringkat kepada para murid. Tetap menjaga hubungan baik berupa kedekatan dan persahabatan terhadap murid tertentu, dengan berusaha menutupinya dari pendengaran dan penglihatan murid-murid yang lain.
 [7] Akhlak Mulia
Akhlak adalah sikap yang terpuji yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kemidian ia memerintahkan kepada murid-muridnya untuk berakhlak baik. Ucapan yang baik, senyuman, dan raut muka yang berseri dapat menghilangkan jarak yang membatasi antara seoarang guru dengan muridnya. Sikap kasih dan sayang, serta kelapangan hati seorang pendidik akan dapat menangani kebodohan seorang murid. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4).
Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya Allah itu lembut dan menyukai kelembutan dalam segala sesuatu.” (Shahih Muslim, no. 2593).
 [8] Tawadhu
Dampak dari sifat tawadhu bukan hanya dirasakan oleh seorang guru, tetapi juga akan dirasakan oleh para murid. Sifat ini akan memberikan dampak positif bagi diri mereka. Sifat tawadhu dapat menghancurkan batas yang menghalangi antara seorang guru dengan muridnya.
Allah berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.” (QS. Al Isra’ [17]: 37-38).
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy Syu’ara [26]: 215).
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu sehingga seseorang tidak bersikap sombong pada yang lainnya dan tidak menzhalimi satu sama lainnya.” (Shahih Muslim, no. 7210).
Sifat sombong dapat menyebabkan para murid menjauhi guru. Mereka juga akan menolak menerima ilmu darinya. Jika seorang murid dekat dengan gurunya, maka ia akan mampu menyerap ilmu dengan baik. sifat tawadhu-lah yang dapat mewujudkan kedekatan tersebut.
 [9] Berani
Sifat berani adalah tuntutan yang seharusnya dipenuhi oleh setiap guru. Mengakui kesalahan tidak akan mengurangi harga diri seseorang. Bahkan sikap seperti itu akan mengangkat derajatnya, sekaligus bukti keberanian yang dimilikinya. Berani bukan saja dalam mengungkapkan kebenaran atau menegur perilaku murid yang bermoral rendah atau berakhlak buruk, tetapi juga dalam mengakui kekurangan guru.
Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela dirinya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela keluarganya maka dia syahid.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1418).
Mengakui kesalahan maknanya adalah memperbaiki kesalahan. Lawannya adalah terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama dan bersikeras terhadap kesalahan tersebut.
 [10] Jiwa Humor yang Sehat
Dampak positif yang ditimbulkan dari senda gurau adalah terciptanya suasana nyaman diruang kelas, halaqah, atau pertemuan tertentu. Humor yang sehat dapat menghilangkan rasa jenuh yang menghinggapi para murid, tetapi jelas dengan memperhatikan larangan untuk tidak berlebih-lebihan dalam bersenda gurau, agar pelajaran yang hendak dicapai tidak keluar dari yang dicita-citakan dan tidak menghilangkan faedah yang diharapkan. Berlebih-lebihan dalam bersenda gurau hanya menghilangkan kewibawaan dan kehormatan. Senda gurau hendaknya tidak dilakukan kecuali dalam hal kebenaran atau kejujuran, tidak menyakiti atau menghina murid.
Diceritakan, seorang laki-laki dating kepada Rasulullah Saw lalu berkata, “Ya Rasulallah, bawalah aku.” Kemudian Rasulullah Saw menjawab: “Aku akan membawamu di atas anak unta.” Lelaki itu bertanya (penuh heran), “Bagaimana aku akan dibawa oleh seekor anak unta?” Kemudian Nabi menjawab, “Bukankah unta itu dilahirkan dalam bentuk anak unta.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’ no. 1991).
Dalam riwayat lain diceritakan, seorang nenek datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar saya dimasukkan kedalam surge.” Rasulullah menjawab, “Wahai nenek sesungguhnya urga itu tidak akan dimasuki oleh orang-orang tua.” Hasan berkata, “nenek itu pergi sambil menangis.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Beritahulah kepadanya bahwa dia tidak akan masuk surga dalam kondisi nenek-nenek.” (HR. Turmidzi dalam Jami’ al Ushul, 55).
Ketika itu juga disampaikan firman Allah yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqi’ah [56]: 35-37)
 [11] Sabar dan Menahan Marah
Kesabaran adalah alat yang paling baik bagi kesuksesan seorang guru. Amarah adalah perasaan dalam jiwa. Amarah menyebabkan hilangnya kontrol diri dan lemah dalam melihat kebenaran. Dampak amarah yang tidak terkontrol sangatlah menghinakan. Kekuatan seorang guru tersembunyi pada bagaimana ia mampu mengendalikan amarahnya ketika terjadi sesuatu yang membuatnya marah, dan bagaimana ia mampu menguasai akal sehatnya.
Dengan cara perlahan-lahan dan latihan yang panjang, maka seorang guru akan memperoleh kekuatan dan kemampuan mengontrol diri dan menanggulangi rasa amarah. Cara yang paling afdhal adalah dengan mengikuti penyembuhan secara rabbani dan nabawi yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw sebagaimana sabda beliau: “Apabila diantara kalian sedang marah, jika ia sedang berdiri maka hendaknya duduk, dengan cara tersebut bisa menghilangkan kemarahan. Apabila masih marah, maka berbaringlah.” (HR. Ahmad: V, 152).
Rasulullah Saw juga bersabda: “Bukanlah orang yang hebat itu adalah orang yang hebat dalam pertempuran, tapi orang hebat itu adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika sedang marah.” (Shahih al Bukhari, no. 6114 dan Shahih Muslim, no. 2609).
Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang menjaga diri maka Allah akan menjaganya, dan barang siapa yang mencukupkan diri maka Allah akan mencukupkannya, dan barang siapa yang bersabar maka Allah menjadikan ia orang yang bersabar.” (Shahih al Bukhari, no. 1469).
 [12] Menjaga Lisan
Ejekan dan hinaan akan menyebabkan jatuhnya harkat dan derajat orang yang dihina. Hal ini akan menimbulkan adanya rasa permusuhan dan kemarahan. Sifat ini akan lebih menghinakan apabila dimiliki seorang guru. Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berbicaralah yang baik atau diam.” (Shahih al Bukhari, no. 5672 dan Shahih Muslim, no. 47).
 [13] Sinergi dan Musyawarah
Bermusyawarah dapat membantu seorang guru dalam menghadapi suatu permasalahan atau perkara sulit yang dihadapinya. Meminta pendapat orang lain tidak menunjukkan rendahnya tingkat martabat dan keilmuan seseorang, bahkan sikap tersebut merupakan pertanda tingginya tingkat kecerdasan dan kebijaksanaan seseorang. Allah berfirman: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran (3): 159).
Lebih dari itu, bermusyawarah dapat mendekatkan seseorang kepada kebenaran. Sedangkan meninggalkannya hanya akan menjauhkan diri dari kebenaran. Abu Hurairah berkata, “Aku tidak melihat seorang pun yang paling banyak bermusyawarah, kecuali Rasulullah Saw.” (HR. Tirmidzi, no. 1714).

Sumber:
Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012
Copas from https://mahluktermulia.wordpress.com

0 komentar :

Posting Komentar